Minggu, 03 Oktober 2021

Berkumpul di Jannah

Assalamu'alaikum Ibukku sayang, sedang apa disana?

Biasanya pagi-pagi Ibuk udah absen nanyain Ghaaziy udah bangun apa belum. Udah dibacain buku sama diajak cerita apa belum? Udah diajak ngaji apa belum? Kata Uti, biar cepet pinter, pagi-pagi udah diajak belajar, biar jadi anak sholih dan hafidz Qur'an, aamiin. 

Buk, kalau saja dalam Islam diperbolehkan berandai-andai, pasti Mbak udah punya sejuta kata "seandainya". Tapi, ah, cukuplah Allah yang menolong dan mencukupi kita. Begitu kan, buk?

Hari-hari ini, rasanya masih seperti mimpi, Buk. Setahun lebih Mbak belum pulang ke rumah, dan 10 bulan belum ketemu Ibuk sama Ayah. Tetapi pertemuan kemarin, berbeda. Sangat berbeda. Sama sekali tidak pernah terbersit dalam benak Mbak akan seperti kemarin. Tetapi, tentu Allah lebih tahu mana yang terbaik untuk kita semua, dan juga untuk Ibuk.

Ibukku sayang, Ibukku cantik. Manusia penuh sabar dan penuh doa. Bagaimana Mbak sekarang adalah karena doa-doa dari Ibuk selama ini. Maka izinkan untuk selanjutnya, Mbak yang akan terus mendoakan Ibuk yaa, Buk. Meneladani semua kebaikan Ibuk. Semoga jadi jariyah Ibuk disana..

Buk, seperti yang selalu Ibuk bilang kalau Mbak lagi buntu; Allah mbak, pasrahkan ke Allah, nggak usah terlalu memikirkan gimana jalan keluarnya, yakin aja Allah udah siapkan yang terbaik. Terima kasih Ibukku, motivator dan inspiratorku.

Buk, cukuplah senyum Ibuk menjadi pelepas rasa-rasa-entah-apa di hati kami. Semoga Allah kuatkan kami, untuk terus berada di jalanNya, biar bisa ketemu Ibuk, sama-sama kita ke Jannah ya Buk. Berkumpul di Jannah.

Mbak sayaaaaanggg Ibuk karena Allah. 😘❤️

Al-Fatihah.


Rabu, 17 Juni 2020

Duta Sabar dan Syukur

Ghaaziy; Duta Sabar dan Syukur Bunda

Ketika sudah lama ditimang-timang lalu tertidur dan mau ditaruh di kasur. Belum sampai kepalanya nyentuh kasurpun, matanya udah 100 watt lagi. Sambil senyam-senyum tentunya wkwk.

Pernah juga awal-awal belum hafal jam pup. Merasa bahwa dia sudah pup dan diganti popoknya. Eh di tengah² malah kasih hadiah Bunda biar ganti baju wkwk.

Disaat udah pulas kali di kasur, emak baru mau rebahan. Belum sedetik ngelurusin badan, dia auto melek lagi wkwk.

Kalau lg rewel sm Bunda, nyaman sm Buya. Kebalikannya, kalo lg gak mau sm Buya, nemplok ke Bunda.

Dan segala keriweuhan nuborn.

Tapi, meski begitu, tentu lebih banyak hal yang disyukuri. Yang begini, yang begitu. Banyak banget Nak, alhamdulillah.

Terima kasih kakak. Bersamamu, ada sabarnya, banyak syukurnya. 

Terima kasih juga Buya, seperti rexona yang setia setiap saat, ketika Bunda tetiba minta tolong a b c d wkwk.  

Semoga kita bertiga terus kompak sampai JannahNya. 

Love,
Bunda.

Rabu, 31 Juli 2019

Menyusuri Jejak Rafflesia di Tanah Perbatasan

Tanjung Datu, Agustus 2015 (Dok. Pribadi Serambi Negeri)
   Siapa yang tak mengenal bunga Rafflesia? Selain bunga Melati Putih (Jasminum sambac) sebagai Puspa Bangsa dan Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis) sebagai Puspa Pesona, terdapat satu lagi bunga yang dinyatakan sebagai bunga nasional yang dapat mewakili karakteristik bangsa dan negara Indonesia. Melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional, bunga Rafflesia (dalam hal ini Rafflesia arnoldii) ditetapkan sebagai salah satu bunga nasional dan menjadi identitas bangsa Indonesia. Bunga Rafflesia arnoldii  dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan bunga Padma Raksasa atau juga disebut sebagai Puspa Langka. Penetapan ketiga bunga nasional ini dilakukan sebagai wujud pemerintah untuk meningkatkan rasa cinta tanah air dan juga mewujudkan perlindungan serta pelestarian bagi satwa dan bunga nasional. Dalam rangka Hari Keanekaragaman Hayati 2019, kali ini saya akan membahas mengenai salah satu bunga nasional tersebut.

     Rafflesia; sebagian orang menyebut bunga bangkai sebagai nama ‘lokal; dari bunga Rafflesia ini. Akan tetapi, ternyata yang disebut "bunga bangkai" ini bukan hanya Rafflesia saja. Terdapat sedikit salah kaprah dalam penyebutan “bunga bangkai” di kalangan masyarakat Indonesia. Terminologi bunga bangkai di kalangan masyarakat ini lebih merujuk kepada fisik dari bunga tersebut yang diwakilkan dengan kata "bangkai". Menurut pemahaman masyarakat, bunga bangkai adalah bunga yang memiliki aroma busuk, seperti aroma bangkai. Padahal, meski kedua jenis bunga tersebut sama-sama memiliki bau busuk, keduanya merupakan bunga sama yang sama sekali berbeda.

Perbedaan Bunga Rafflesia (kiri) dan Bunga Bangkai (kanan). (Sumber: bobo.grid.id)
     Bunga bangkai yang 'sebenarnya' memiliki nama ilmiah Amorphophallus titanum atau juga disebut dengan Bunga Bangkai Raksasa atau Titan Arum atau juga disebut dengan Suweg Raksasa. Dari segi fisik, bunga ini tentu sangat berbeda dengan bunga Rafflesia. Bunga bangkai adalah tumbuhan sempurna yang memiliki akar, batang, daun, dan bunga. Ukuran tumbuhan ini juga sangat besar. Bunga bangkai bisa mencapai tinggi hingga 1-2 meter dengan lebar mahkota bunga bisa mencapai 1-5 meter. Meski ukuran bunga bangkai lebih besar dibandingkan dengan bunga Rafflesia, akan tetapi bunga bangkai bukan merupakan bunga terbesar. Bunga ini tersusun dari banyak bunga kecil yang berada pada satu batang yang sama atau disebut pula dengan bunga majemuk. Selain itu, siklus hidupnya pun berbeda. Bunga bangkai merupakan tumbuhan sempurna yang dapat berfotosintesis dan berkembang biak sendiri. Akan tetapi, saat ini bunga ini sudah sangat berkurang di alam. Salah satu lokasi dimana bunga ini dapat ditemukan adalah di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, dimana pada saat tertentu ketika bunga ini sedang mekar (umumnya 5-7 hari) maka akan banyak wisatawan atau peneliti yang berkunjung untuk sekedar melihat atau mempelajari bunga bangkai ini.

    Berbeda dengan Bunga Bangkai yang termasuk kategori tumbuhan terbesar, Bunga Rafflesia termasuk ke dalam salah satu bunga terbesar di dunia. Rafflesia termasuk ke dalam tumbuhan endoparasit yang 'menggantungkan' hidupnya pada tumbuhan inang merambat yang disebut Tetrastigma. Karena termasuk parasit, maka Rafflesia adalah the real bunga” yang tidak memiliki batang, daun, dan serta akar layaknya tumbuhan sempurna. Bunga ini hanya memiliki bagian-bagian bunga yang berawal dari sebuah kelopak dan berakhir dengan lima mahkota bunga. Di bagian bawah bunga tersebut terdapat benang sari atau putik yang menunjukkan apakah bunga tersebut berjenis jantan atau betina. Karena bukan termasuk tumbuhan sempurna, Rafflesia tidak bisa melakukan fotosintesis sendiri. Perkembangbiakan bunga melalui penyerbukan Rafflesia dibantu oleh lalat yang tertarik dengan bau busuk atau menyengat dari bunga ini. Masa pertumbuhan bunga ini yang cukup panjang mencapai sembilan bulan tidak sebanding dengan masa mekarnya yang hanya berkisar 5-7 hari. Setelah itu, bunga ini akan layu dan mati.
Kelopak Rafflesia (Dok. Pribadi Serambi Negeri)
     Rafflesia sendiri sebenarnya adalah nama sebuah genus. Pada genus Rafflesia tersebut, masih terbagi menjadi beberapa spesies. Hingga saat ini, terdapat 25 jenis atau spesies  Rafflesia yang dapat didefinisikan di seluruh dunia. Sebanyak 12 jenis Rafflesia tersebut dapat ditemukan di Indonesia. Beberapa nama spesies Rafflesia tersebut diantaranya adalah Rafflesia arnoldii (1818), Rafflesia patma (1825), Rafflesia rochussenii (1850), Rafflesia tuan-mudae (1868), Rafflesia hasseltii (1879),Rafflesia borneensis (1918), Rafflesia ciliata (1918), Rafflesia witkampii (1918), Rafflesia gadutensis (1984), Rafflesia keithii (1984), Rafflesia micropylora (1984), Rafflesia pricei (1984) dan Rafflesia tengku-adlinii (1989).

   Spesies Rafflesia pertama yang ditemukan adalah spesies Rafflesia arnoldii. Rafflesia arnoldii pertama kali ditemukan pada tahun 1818 di pedalaman Bengkulu Selatan. Bunga ini ditemukan oleh Dr. Joseph Arnold, seorang pemandu yang sedang mengikuti ekspedisi Thomas Stanford Raffles. Oleh karena itu, penamaan bunga ini disusun dari sejarah penggabungan antara Raffles dan Arnold. Habitat bunga ini umumnya tumbuh di hutan hujan tropis, sehingga di dunia hanya bisa ditemukan di beberapa negara tropis saja seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan tentu saja Indonesia. Di Indonesia sendiri, bunga ini endemik di beberapa wilayah, utamanya Sumatra, juga ditemukan di beberapa hutan di Kalimantan dan Jawa.

Potret Kebakaran Hutan di Hutan Kalimantan (Dok. Pribadi Serambi Negeri)
      Rafflesia termasuk ke dalam jenis tumbuhan yang hampir punah. Beberapa faktor penyebab ancaman kepunahan tersebut ialah adanya faktor biologi Rafflesia itu sendiri yang dalam proses perkembangbiakannya tidak boleh ada gangguan manusia, mengandalkan inang untuk hidup, serta mengandalkan lalat untuk membantu penyerbukan. Padahal, waktu mekarnya benang sari dan putiknya sendiripun belum tentu bersamaan. Selain itu, habitat dari bunga ini yang hanya bisa tumbuh di hutan primer untuk dapat bertahan hidup juga menjadi salah satu ancaman dalam perkembangbiakannya. Maraknya pembalakan liar dan kebakaran hutan mempengaruhi laju deforestasti dari hutan-hutan primer di Indonesia. Hal ini tentu berpengaruh mengancam keberadaan habitat puspa langka tersebut. Akan tetapi, di balik itu permasalahan tersebut, masih terdapat berbagai keindahan alam di pelosok hutan yang rimbun seperti yang pernah kami alami tiga tahun silam.

     Sekitar pertengahan tahun 2015, kami (saya dan tim KKN PPM UGM KTB-03) berkesempatan melakukan pengabdian masyarakat di perbatasan Indonesia-Malaysia yang terdapat di Pulau Kalimantan, tepatnya di Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Kami bertugas untuk mengabdi dan memberdayakan masyarakat di desa selama dua bulan (Juli-Agustus 2015). Singkat cerita di akhir masa pengabdian tersebut, tim kami berkesempatan untuk melakukan susur hutan di Tanjung Datu. Hutan ini terletak diantara dua negara: perbatasan Indonesia-Malaysia. Hutan ini termasuk hutan primer yang masih terjaga keindahan dan keasliannya.

Tim KTB-03 di Tanjung Datu - 2015 (Dok. Pribadi Serambi Negeri)
         Perjalanan menuju Tanjung Datu kami awali dengan menaiki kapal dari dermaga Desa Temajuk menuju titik terluar perbatasan Tanjung Datu. Perjalanan menggunakan kapal kurang-lebih membutuhkan waktu sekitar 30-40 menit yang sangat menyenangkan. Dalam perjalanan kami menjumpai ikan-ikan yang berenang dan burung-burung yang riuh seakan menyambut kedatangan kami. Sesampainya di Tanjung Datu, rombongan kami segera bergegas naik menuju lokasi mercusuar untuk beristirahat. Meski siang hari, kami tetap bersemangat dengan sesekali mengabadikan momen dengan mengambil gambar.
   Sesampainya di lokasi mercusuar, kami dapat mengamati Laut Natuna dari atasnya. Kami juga sekilas memandangi hutan Tanjung Datu dan perbatasan Indonesia-Malaysia. For your information, selain berfungsi untuk membantu navigator untuk menentukan arah, mercusuar ini juga digunakan sebagai batas wilayah negara, termasuk mercusuar yang kami kunjungi di Tanjung Datu ini, sehingga memang ada petugas penjaga yang tinggal disini. Selesai kami melakukan rehat siang sejenak, kami melanjutkan perjalanan susur hutan. Sayangnya, tidak semua anggota tim ikut melakukan mini ekspedisi ini. Sebagian harus kembali ke desa untuk suatu urusan. Tinggallah kami bertujuh belas dan dua warga lokal yang mengantarkan kami melanjutkan perjalanan. Dan salah satu warga tersebut adalah Ayah angkat di rumah tinggalku selama KKN :)
Salam dari Tanjung Datu, Perbatasan Indonesia-Malaysia (Dok. Pribadi Serambi Negeri)
   Di sepanjang perjalanan menyusuri hutan, kami disuguhi pemandangan yang luar biasa. Mata kami dimanjakan oleh hutan primer yang berkanopi rapat dengan aroma tanah dan tanaman yang menyatu sempurna. Kami sangat menikmati perjalanan tersebut dengan sesekali bersenandung dan mengamati keadaan sekitar. Pohon yang menjulang, batu raksasa, dan sesekali kami harus menunduk melewati akar-akar raksasa. Tak lupa kami saling mengingatkan untuk menjaga sikap dan menjaga hutan supaya tetap alami dan lestari. Kami juga sesekali mendengar kicauan burung endemik enggano dan erangan dari kucing hutan yang menambah keseruan perjalanan kami dan tak sabar menghadapi hal-hal yang akan kami jumpai di depan.

  Di penghujung sore, Ayah sebagai penunjuk jalan mengajak kami ‘menepi’ di bawah batuan besar untuk kami bermalam. Saking besarnya, batuan tersebut menyerupai terowongan sehingga kami muat masuk di bawahnya. Sebagian dari kami menyiapkan peralatan memasak, sebagian yang lain melihat keadaan sekitar. Di ujung senja itu, kami menemukan akhirnya menemukan lokasi Batu Bajulang, salah satu spot ketika tracking di Tanjung Datu. Sesuai dengan namanya, Batu Bajulang adalah batu besar yang menjulang. Batu ini berada di sebuah tebing dengan kemiringan >45 derajat. Karena rasa penasaran, kami menaiki batu tersebut dengan sangat hati-hati. Salah sedikit, kami bisa terjun ke bawah tebing. Tapi, sungguh terbayar lunas. Pemandangan di Batu Bajulang yang menghadap ke barat mengantarkan kami pada senja yang sempurna berlatar lautan luas. Setelah matahari hari itu tunai tugasnya, kami bergegas turun, mengisi ulang energi untuk melanjutkan perjalanan esok hari.
Hutan Primer Temajuk (Dok. Pribadi Serambi Negeri)
  Keesokan paginya, kami melanjutkan perjalanan menyusuri hutan Tanjung Datu. Kami masih dibuat takjub dengan berbagai pemandangan yang ada. Sesekali kami beristirahat untuk sekedar meneguk air atau mengunyah gula aren untuk mengisi ulang tenaga. Di sisa tenaga, Ayah angkatku menemukan jalan memisah. Di balik jalan yang sedikit berliku ini, terdapat semacam batu-batu besar untuk istirahat siang. Setelah melewati terowongan batu itu, ternyata kami menemukan harta karun. Ya, benar, kami bertemu dengan bunga Rafflesia! Sesuatu yang tidak pernah kami bayangkan sebelumnya. Saking takjubnya, kami tidak beranjak dari tempat tersebut untuk beberapa waktu. Rafflesia yang kami temukan sepertinya sudah mekar beberapa hari dan masuk ke tahap layu atau hampir mati. Kalau ditilik dari sejarah dan lokasi serta kenampakan fisiknya, sepertinya yang kami temukan adalah spesies Rafflesia hasseltii yang memang lebih sering ditemukan di perbatasan Indonesia-Malaysia, termasuk di hutan Tanjung Datu. Selain itu, kondisi hutan yang masih alami dan tidak tercampur perilaku manusia membuat hutan ini menjadi habitat sempurna bagi beraneka hayati. Setelah kami puas memandangi, kami berjalan sedikit. Dan keajaiban selanjutnya, di balik tumpukan batu-batu besar, kami menemukan sumber mata air segar untuk melepas dahaga. Ah, surga dunia!
Bertemu Rafflesia di Tanjung Datu - 2015 (Dok. Pribadi Serambi Negeri)
    Setelah puas beristirahat, kami kembali melanjutkan perjalanan. Sedikit lagi kami akan mengakhiri trip menakjubkan ini. Sisa perjalanan kami isi dengan menyanyi, membuat video, dan bercerita mengamati hutan. Mulai dari lagu anak, lagu daerah, sampai lagu perjuangan tak henti kami dendangkan karena saking bersemangatnya kami. Hingga tidak terasa ketika sore menyapa dan kami mulai melihat rumah penduduk dari kejauhan. Mau tidak mau, berakhirlah petualangan kami menyusuri Tanjung Datu sampai disini. Tanjung Datu hanyalah salah satu surga dari keanekaragaman hayati yang ada di Pulau Kalimantan, dan itupun kami sudah dibuat takjub. Selain itu, Desa Temajuk sendiri adalah surga wisata di Kabupaten Sambas. Maka kembali kesini untuk mengulik berbagai rahasia alam adalah candu selain karena hati kami telah tertambat disini. Semoga, ada waktu untuk kembali mengunjungi ‘kampung kedua’ kami, dan juga untuk melanjutkan ekspedisi menyusuri berbagai keindahan alam di negeri ini. Tak lupa juga untuk senantiasa menanamkan dalam diri untuk menjaga kelestarian alam sebagai bagian dari khalifah di Bumi Pertiwi.
Tim KKN KTB-03 2015

Rabu, 01 Mei 2019

Hanya Sebuah Perasaan

Sebuah perasaan seorang anak manusia yang muncul karena berbagai alasan sebenarnya, tapi kemudian sampai pada puncaknya ketika, ada seseorang yang berkata, "Kita ni masih bisa hidup enak, makan nikmat, kasur empuk, nyaman.. Kenapa masih pada gak nerima...?". Dalam hati ku berkata, Hellaaaw, di negara ini ada lebih dari 250 juta manusia yg bermacam², bukan cuma kamu aja, Ferguso!

Tadi pagi ke pasar, terus ada petugas yg sedang sibuk (menggusur) menertibkan PKL. Nggak tau gimana awalnya sih, jd nggak tau detail kasus atau siapa yg salah. Cuman jadi ngilu sendiri aja liatnya. Jadi kaya mikir, jangan sampai, orang diluar sana bersusah-susah menghidupi keluarganya, dan kita enak-enakan dg hidup kita tanpa peduli sedikitpun.

Iya hidup, dan segala perniknya adl pilihan. But please make sure, ketika kita memutuskan utk memilih atau melakukan sesuatu, bukan cuma utk kepentingan kita pribadi. Yaa gpp sih sebenernya, tapi tolong jangan menganggap bahwa semua orang itu hidup enak seperti kamu ~~ Banyak lho, yg hidupnya nggak tenang, makan nggak enak, tidur nggak nyenyak. Dan di atas itu semua, tanpa sadar, ternyata kita berkontribusi mewujudkan ketidakenakan (?) hidup orang tsb. Lalu apakah kita masih bisa nggak peduli sama sekali dg orang lain dan lingkungan di sekitar kita?

Ini bukan cuma ttg Pilpres atau filmnya Watchdoc. No.
Ini adl tentang kita sendiri, sebagai manusia, sebagai khalifah di Bumi ini. Apa iya kita bisa hidup tenang kalau tahu bamyak diluar sana yang tanpa kita sadari dirugikan karena ulah, KITA...

Dari dulu, orangtua selalu negur kalau ada listrik dibuang2, colokan dibiarin padahal udah nggak butuh. Buang sampah ke tempat sampah, dan sebisa mungkin pisahin organik dan anorganik. Matiin mesin motor kalo lampu merah masih lama. Sampai aku salut sm salah satu temen, yg belio kalo beli buah, akan pilih yg mendekati busuk alias kematengen, supaya nggak nambah food waste.

Jadi, apapun yg kita lakukan, itu IYA ngaruh ke lingkungan sekitar kita. So please, berhentilah untuk tidak peduli.Mau berkontribusi dg apapun, monggo, it's your choice.

Ini adalah tanggungjawab kita sebagai manusia, sebagai khalifah di Bumi ini. Allah sudah sangat baik memberikan kita kesempatan, lalu apakah begitu saja kita siakan?

Sabtu, 27 April 2019

Bangil - Kota Sejuta Cerita

"Kamu asalnya darimana?"
"Orangtuaku aslinya Blitar. Aku juga lahir disana. Setelah menikah, orangtuaku kemudian merantau ke sebuah kota kecil bernama Bangil. Lalu kemudian aku dan adikku besar di sana. ..."

Barangkali begitu percakapan yang akan terjadi ketika ada yang bertanya kepadaku mengenai tempat tinggal. Aku akan repot-repot menjelaskan dulu bagaimana asal-muasal mengapa aku dan keluarga kami tinggal disana. Sampai akhir dunia kuliah pun, aku masih melakukannya. Sesederhana karena aku merasa belum memiliki alasan kuat kenapa harus 'menyombongkan' kota kecil itu.

Alun-Alun Kota Bangil (Sumber: pasuruankab.go.id)
1. Geografis dan Penduduk
Bangil merupakan nama sebuah kecamatan (saat ini menjadi ibukota kabupaten) di Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Secara geografis kota kecil ini terletak di dataran rendah. Di bagian selatannya, terdapat beberapa gunung seperti Gunung Arjuna dan Gunung Welirang. Selain sumber air yang bagus dan tanah yang subur terutama di daerah yang lebih dekat dengan kaki gunung, salah satu yang menarik adalah pemandangan indah yang bisa dinikmati dari belakang rumah berlatar dua buah gunung seperti yang terlihat disini. Selain diapit pegunungan, di sisi timur laut kota kecil ini berhilir ke Laut Jawa. Tak jarang yang memiliki tambak di daerah pesisir pantai, baik tambak ikan maupun tambak udang.
Penduduk yang tinggal di Bangil berisi dari bermacam-macam suku, mulai dari Jawa, Madura, Arab, juga keturunan Tionghoa. Mata pencaharian mereka pun beragam, dari petani, nelayan, pedagang, hingga karyawan di industri-industri baik lokal maupun mancanegara yang tumbuh di daerah ini.

Lokasi Bangil di Google Maps (Sumber: maps.google.com)

2. Sejarah
Terdapat beberapa versi cerita tentang sejarah dari Kota Bangil ini sendiri. Dulu, aku sempat mendengar asal muasal yang sempat membuatku enggan menjadi bagian dari kota ini. Katanya, Bangil itu berasal dari kata Mbahe Angel (sulit), karena saking susahnya orang-orang sini diberitahu. Akan tetapi, setelah kubaca lagi, justru kata Bangil itu sendiri ada dua versi. Pertama, adalah Bangil dari kata Mbahe Angel, yang berarti dia teguh dengan prinsip Islamnya. Dan yang kedua, adalah Bangil yang berasal dari kata Mbahe Ngilmu. Keduanya, kemudian berkorelasi dengan banyaknya habaib atau ulama yang ada di kota ini. Hingga sekarangpun banyak pondok pesantren di Bangil sehingga kota ini pun memiliki julukan "Kota Santri".
Selain tentang dunia santri, salah satu sejarah yang terkenal dari Kota Bangil adalah tentang Sakera. Ia adalah seorang yang jujur dan membela orang kecil. Perjuangannya dalam membela kebenaran walaupun pada akhirnya tewas terbunuh karena pengkhiatan, menjadikan namanya dinobatkan menjadi nama suporter di kota ini: Sakera Mania.

3. Wisata dan Kuliner
Selain terkenal dengan berbagai kisah sejarah baik yang terjadi di Bangil maupun yang melatarbelakangi penamaan kota "Bangil", kota kecil ini tentu masih memiliki beragam pesona. Salah satunya adalah kuliner khas. Ialah Nasi Punel, yang menjadi andalan dari kota ini. Selain nasinya yang bersifat "punel" atau pulen, yang menjadi ciri khas dari Nasi Punel adalah isinya. Ada nasi, serundeng, daging (atau bisa pilih lauk lain), menjeng (semacam olahan kedelai), sate kerang, tahu bumbu bali, nangka muda, dan sebungkus kuah kelapa manis).
Kuliner lain yang menjadi khas di Bangil adalah Sate Kerang dan Kupang. Kupang adalah salah satu jenis makanan dari biota laut yang disajikan dengan lontong dan bumbu petis. Kedua makanan ini merupakan produk laut dikarenakan asosiasi lokasi yang dekat dengan laut.
Nasi Punel Khas Bangil (Sumber: gotravelly.com)
Selain makanan, Bangil juga terkenal dengan sebutan "Bangkodir" atau Bangil Kota Bordir. Banyak terdapat industri bordir yang tersebar di kota ini, dari skala rumahan hingga industri besar. Tidak sedikit bordir-bordir yang diekspor ke luar negeri, seperti pakaian, tas, hingga sepatu. Harga yang dibandrol juga bermacam-macam dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah, tergantung kualitas bahan dan motif bordiran yang diinginkan.
_________________________________________________________________________________
Aku dan adikku di teras rumah, belasa tahun lalu
Waktu berlalu.
Sekitar satu tahun setelah lulus, aku diterima bekerja di salah satu instansi di Ibukota. Hal ini tentu membuatku meninggalkan tanah rantau kedua (yang pertama adalah Bangil) tempatku berkuliah dan belajar selama kurang-lebih lima tahun. Yang artinya, kini tempat rantauku adalah Jogja, dan bukan lagi Bangil, karena ia sudah menjadi tempat asal. Aku sering lupa, bahwa selama belasan kehidupanku jauh sebelum perkuliahan, ya kota ini -dengan segala isi dan ceritanya- yang membuatku bertumbuh, mengajarkan banyak hal, dan mencatat berbagai kejadian yang mengisi hari-hariku. Sekarang, aku tahu, bagaimana akan menceritakan daerah "asal" jika ada yang menanyakannya kembali kepadaku.
Selamat datang di Kota Bangil.
Bangil Kota Santri, Bangil Kota Bordir, Bangil Kota Sakera, dan,
Bangil, Kota Sejuta Cerita.



Jakarta, 27 April 2019

Wong mBangil



Referensi:
1. https://budayajawa.id/asal-usul-bangil-pasuruan/
2. https://www.pasuruankab.go.id/cerita-43-cerita-sakera.html

Minggu, 31 Maret 2019

Belajar Mencintai

Belajar Mencintai;
Sebuah Ulasan Berbalut Curhatan


Menikah, adalah gerbang awal dari sebuah perjalanan panjang. Dan hampir lima bulan menjalankan ibadah tersebut, membaca buku ini, rasanya seperti semacam nostalgia (padahal baru otw lima bulan wkw), ditambah sedikit tamparan dan sayatan.


Judul Buku : Belajar Mencintai
Penulis        : Azhar Nurun Ala
Tahun          : 2019
Penerbit      : Azharologia Books

"Pasti ada seseorang disana, yang hatimu bergetar kala menatapnya, dan tersipu saat kamu memujinya.  Ia yang tak rela membiarkan sebelah tanganmu menepuk-nepuk udara. Ia menyambut sebelah tanganmu dengan tepukan, lalu terdengarlah suara cinta."
(Halaman terakhir "Belajar Mencintai")

Buku ini diawali dengan prolog dan diakhiri sebuah epilog. Berisi 10 bab yang menceritakan perjalanan sepanjang lima tahun pernikahan yang menyiratkan hikmah. Dalam satu bab terakhir, berisi tulisan mba Vidya, dari sudut pandang seorang istri.

Buku ini sangat relateable dengan apa yang saya jalani saat ini. Sehingga, ketika membacanya, meski agak terburu waktu dan kegiatan dan tugas cukup padat saat diklat, tidak mengurangi esensi dan luapan emosi yang, ya tadi, sesekali menimbulkan sayatan. Beberapa kali sempat menahan bahkan mengusap bulir air mata diantara orang-orang yang sibuk berbincang di sela makan siang atau sekedar rehat kopi.

Dibuka dengan perjalanan menuju pernikahan, yang tentu saja tidak mudah. Bahwa ya memang menuju ibadah yang panjang akan selalu mendatangkan godaan dari setan, baik berupa keraguan, ketakutan, atau yang lainnya. Bagaimana cerita mas Azhar dan mba Vidya yang ternyata junior-senior di kampus, kemudian menikah setelah beberapa waktu tidak sengaja terpisah jarak, tetapi karena dasar jodoh, tentu akan bertemu kembali. Bagaimana keduanya meyakinkan diri dan keluarga masing-masing, dengan keadaan yang bisa dibilang masih sangat dari 0 dan masa depan yang masih belum nampak jelas. 

Diikuti dengan bab-bab yang menggambarkan bagaimana kehidupan mas Azhar dan mba Vidya selama lima tahun pernikahan. Dari penyesuaian diri di awal pernikahan, tentang penantian akan kedatangan dan bagaimana mengelola emosi menjalani hari-hari yang penuh ketidakpastian. Bagaimana perjuangan menghadapi berbagai pertanyaan yang agaknya menyesakkan. Dan salah satu yang paling emosional adalah tentang  'perpindahan' dan 'pertengkaran'. Bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang sangat berharga pada saat yang sangat tidak disangka. Bagaimana menyesuaikan diri dengan keadaan yang tiba-tiba berubah drastis dan serba keterbatasan yang mengelilingi. Hal ini kemudian kembali mengingatkan saya tentang bagaimana kami akan menjalankan pernikahan ini selanjutnya, sambil mengingat-ingat dan mengaitkan tujuan dan visi-misi pernikahan sendiri. 

Barangkali untuk yang sudah pernah membaca buku-buku mas Azhar akan tidak asing dengan beberapa kutipan yang dicantumkan. Mungkin nampak berulang, tapi tidak mengurangi esensi karena memang sangat berkaitan dengan apa yang sedang menjadi topik pembahasan. Dan khas tulisan beliau, banyak kalimat atau kutipan yang sangat menyentuh.

Ohya, lagi, selain karena alur cerita yang relevan dengan kehidupan pernikahan muda, tentu membuat kita jadi berkaca kembali, sudah sampai mana kita menjadi sosok yang mencintai, bukan hanya jatuh cinta. Karena, ketika menikah, fokus kita bukan lagi jatuh cinta, yang hanya berkutat dengan perasaan saja, tetapi justru tentang mencintai,  dan bagaimana menumbuhkan bahagia pada pasangan kita. Cinta itu, kata kerja bukan?

Ada satu bab tentang Mencari Titik Temu. Dari judulnya, tentu terbayang bagaimana mas Azhar dan mba Vidya, dengan dua pemikiran dan sudut pandang berbeda, harus menuju satu titik yang sama untuk mempertahankan kebersamaan dan tidak berlarut dalam malam-malam penuh air mata. 

Buku ini juga membuat saya berkaca kembali, apakah sudah menjadi pasangan yang baik, istri yang baik. Juga, apakah diri ini sudah menjadi anak yang baik atau belum. Bagaimana membangun hubungan dengan pasangan, dan menikahi keluarganya. *kemudian kangen suami, heu, nasib LDM :" #tjoerhat colongan, monmaap. Saya sangat salut dengan bagaimana mba Vidya bisa menjadi seorang istri yang begitu dewasa, tidak pernah menjatuhkan dan selalu menghargai usaha suaminya.

Buku ini ditutup dengan epilog yang berbalut nasihat tersirat tentang persiapan untuk yang belum menikah. Isinya? Baca aja yaa, hehe. Bocorannya, menikah adalah penyatuan dua manusia berbeda, jadi sebaiknya memang kita selesai dengan diri sendiri terlebih dahulu, agar tidak menimbulkan banyak PR kemudian :) Juga, epilog berisi pengingat untuk yang sudah menikah tentang penguatan kembali ikatan pernikahan. Bahwa pernikahan adalah sebuah ibadah panjang yang telah diawali berdua, dan harus diperjuangkan bersama. 

Sekali lagi, bagi saya sendiri, menikah adalah sebuah ibadah panjang yang tentu membutuhkan persiapan yang tidak sedikit. Maka jangan hanya menikah karena suka, apalagi hanya karena ikut-ikutan. Carilah tujuan dan motivasi yang tidak akan pernah hilang atau berganti, sehingga apapun yang terjadi, berdua akan berjuang umtuk melewati dan mencapai kebahagiaan hakiki. Kalau mau lebih banyak mendapat hikmah dan pelajaran, beli dan baca sendiri yaa hihi :3


Bogor, 30 Maret 2019


Yang sedang belajar mencintai,
Andika Putri Firdausy


Senin, 18 Februari 2019

Mengatur Persepsi

Dalam hidup ini, terkadang kita disibukkan dengan prasangka orang lain. Terlalu sibuk bagaimana seharusnya kita berlaku agar orang lain tidak lagi menganggap kita buruk, atau merendahkan kita, atau membanding-bandingkan diri kita, atau apapun yang membuat kita tidak nyaman.

Tapi, sungguh terasa lelah hidup dalam angan-angan orang lain. Bukannya kita sibuk dengan kebaikan dan pencapaian yang ada pada diri kita, justru kita sibuk memperbaiki penglihatan orang lain terhadap kita. Apa bedanya kalau begitu?

Lupakan. Lupakan persepsi orang lain tentang kita. Tidak perlu sibuk membandingkan kehidupan kita dengan orang lain.

Boleh berkaca pada orang lain, tapi sebentar saja. Jangan lama-lama. Sisanya, sebaiknya kita berfokus pada diri kita sendiri.

Bukankah kita memang tidak bisa mengubah persepsi orang lain terhadap kita? Yang bisa kita lakukan adalah mengatur sudut pandang kita agar tidak mudah terbawa persepsi orang lain.

Fokus pada tujuan kita, dan apa yang kita yakini. Lakukan semampu yang kita bisa, lalu pasrahkan hasilnya pada Yang Maha Kuasa. That's it. 👊

Berkumpul di Jannah